Oleh: Hilma Oktaviana Fajrin, S.Pd.
CGP Angkatan 10 Kabupaten Sleman
Salam dan Bahagia!
Pemikiran reflektif terkait pengalaman belajar
Pengalaman/materi pembelajaran yang diperoleh dari modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik
Pelaksanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b diselenggarakan dalam suasana belajar yang:
- interaktif;
- inspiratif;
- menyenangkan;
- menantang;
- memotivasi Peserta Didik untuk berpartisipasi aktif; dan
- memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis Peserta Didik.
Oleh karena itu, penting bagi kita memastikan bahwa supervisi akademik yang kita jalankan benar-benar berfokus pada proses pembelajaran sebagaimana yang tertuang dalam standar proses tersebut. Rangkaian supervisi akademik ini digunakan kepala sekolah untuk mendorong ruang perbaikan dan pengembangan diri guru di sekolah.
Untuk mendorong guru selalu mengembangkan kimpetensi diri dan senantiasa memiliki growth mindset serta keberpihakan pada murid, maka pemimpin sekiolah dapat mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi diri dan orang lain dengan menggunakan pendekatan yag diawali dengan paradigma berpikir yang memberdayakan, salah satunya dengan coaching.
Coaching itu menghantarkan seseorang dari satu tempat ke tempat tujuan. Coaching bentuk kemitraan antara coaching dengan cocee yang dijalankan melalui proses kreatif yang ditandai dengan eksplorasi, membangun ide, yang ditujukan untuk memaksimalkan potensi personal dan professional cochee tersebut.
Coaching dalam konteks pendidikan
Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Oleh sebab itu keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya.
Paradigma berpikir coaching
- Fokus pada coachee
- Bersikap terbuka dan ingin tahu
- Memiliki kesadaran diri yang kuat
- Mampu melihat peluang baru dan masa depan
Prinsip Coaching
- Kemitraan
Dalam coaching, posisi coach terhadap coachee-nya adalah mitra. Coachee adalah sumber belajar bagi dirinya sendiri. Coach merupakan rekan berpikir bagi coachee-nya dalam membantu coachee belajar dari dirinya sendiri.
- Proses kreatif
Guru yang menjadi coach hanya melontarkan pertanyaan untuk membantu rekan sejawatnya memetakan situasi dia saat ini dan situasi yang dia inginkan di masa depan.
- Memaksimalkan penuh
Percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan
Kompetensi inti coaching
- Kehadiran Penuh/Presence
- Mendengarkan Aktif
Elemen pertama yang perlu diperhatikan adalah menangkap kata kunci yang terucap oleh coachee. Kata Kunci biasanya mengandung makna yang tidak terucapkan dan perlu digali agar coachee dapat terbantu untuk lebih memahami situasi yang sedang dihadapinya
- Mengajukan Pertanyaan Berbobot
- Hasil mendengarkan aktif: Menggunakan kata kunci yang didapat dari mendengarkan
- Membantucoachee: Membuat coachee mengingat, merenung, dan merangkai fakta sehingga dapat memahami apa yang terjadi pada dirinya
- Bersifat terbuka dan eksploratif: Struktur kalimat terbuka, membuat coachee harus menjawab sambal berpikir
- Diajukan di momen yang tepat: Tidak terburu-buru dalam mengajukan pertanyaan dan ditanyakan di waktu yang coachee sudah siap memprosesnya
- Mendengarkan dengan RASA, Receive, Ask, Summerize, Appreciate.
R (Receive/Terima), yang berarti menerima/mendengarkan semAskua informasi yang disampaikan coachee. Perhatikan kata kunci yang diucapkan.
A (Appreciate/Apresiasi), yaitu memberikan apresiasi dengan merespon atau memberikan tanda bahwa kita mendengarkan coachee. Respon yang diberikan bisa dengan anggukan, dengan kontak mata atau melontarkan “oh…” “ya…”. Bentuk apresiasi akan muncul saat kita memberikan perhatian dan hadir sepenuhnya pada coachee tidak terganggu dengan situasi lain atau sibuk mencatat.
S (Summarize/Merangkum), saat coachee selesai bercerita rangkum untuk memastikan pemahaman kita sama. Perhatikan dan gunakan kata kunci yang diucapkan coachee. Saat merangkum bisa gunakan potongan-potongan informasi yang telah didapatkan dari percakapan sebelumnya. Minta coachee untuk konfirmasi apakah rangkuman sudah sesuai
Setelah merangkum apa yang disampaikan coachee bagian terakhir adalah
A (Ask/Tanya). Sama dengan apa yang sudah disampaikan sebelumnya terkait kiat mengajukan pertanyaan berbobot berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan saat mengajukan pertanyaan:
- ajukan pertanyaan berdasarkan apa yang didengar dan hasil merangkum (summarizing)
- ajukan pertanyaan yang membuat pemahaman coacheelebih dalam tentang situasinya
- pertanyaan harus merupakan hasil mendengarkan yang mengandung penggalian atas kata kunci atau emosi yang sudah dikonfirmasi
- dalam format pertanyaan terbuka: menggunakan apa, bagaimana, seberapa, kapan, siapa atau di mana
Hindari menggunakan pertanyaan tertutup: “mengapa” atau “apakah” atau “sudahkah”
Alur Percakapan TIRTA
TIRTA terdari dari :
Tujuan awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee.
Identifikasi dimana coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi.
Rencana Aksi dimana pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat.
Tanggungjawab dimana membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya.
Umpan Balik
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan saat memberikan umpan balik dengan prinsip coaching:
- Tujuan pemberian umpan balik adalah untuk membantu pengembangan diri coachee
- Tanpa umpan balik, orang tidak akan mudah untuk berubah
- Sesuai prinsip coaching, pemberian umpan balik tetap menjaga prinsip kemitraan
- Selalu mulai dengan memahami pandangan/pendapat coachee
Emosi-emosi yang dirasakan terkait pengalaman belajar
Emosi yang dirasakan adalah termotivasi untuk memperoleh ilmu baru khususnya tentang coaching yang lebih baik dan mendalam untuk supervisi akademik dan semakin banyak melakukan praktik coaching agar semakin terasah kemampuan sebagai coach untuk hadir penuh, mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot. Selain itu, saya merasa terperangah dan merasa beruntung ketika menyimak dan mempraktikkan coaching baik saat menjadi coachee maupun coach. Saat menjadi coachee, maka saya merasakan dihargai dengan digali oleh pertanyaan-pertanyaan yang membuat saya menemukan sendiri solusi dari permasalahan saya. Ketika menjadi coach, saya juga merasakan kita harus belajar sabar untuk mau mendengarkan aktif, memberi kesempatan kepada coachee untuk menemukan solusi tanpa kita ikut campur tangan memberikan saran dan masukan. Saat menjadi pengamat saya juga belajar bagaimana menjadi pengamat yang harus sabar, belajar terbuka melihat sisi-sisi baik seseorang, tidak memberikan judgement dari apapun yang diamati.
Hal yang sudah baik dalam proses belajar dalam diri saya adalah saya sudah berusaha untuk hadir penuh dan mendengarkan aktif saat menjadi coach. Saya juga sudah mempraktikkan alur TIRTA dan menerapkan RASA.
Adapun hal yang perlu diperbaiki adalah mengajukan pertanyaan berbobot agar dapat menggali lebih dalam dan menggiring coachee dengan rileks mengeluarkan apa yang menjadi pemikirannya.
Keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi yaitu bahwa materi coaching relevan dengan kompetensi saya sebagai guru dan pemimpin pembelajaran. Dengan memahami materi coaching membantu saya lebih efektif dalam membimbing murid sebagai coachee dengan mengajukan beberapa pertanyaan untuk menggali potensi dan kemampuan murid, sehingga mereka dapat menemukan Solusi bagi masalah mereka sendiri. Selain itu, materi coaching jga lebih efektif dalam supervisi atau coaching yang memberdayakan dan memaksimalkan potensi rekan-rekan sejawat.
Analisis untuk implementasi dalam konteks CGP
Memunculkan pertanyaan kritis yang berhubungan dengan konsep materi dan menggalinya lebih jauh;
Bagaimana cara agar memunculkan kepercayaan dan kenyamaan coachee pada coach agar mau menyampaikan dan menceritakan sesuatu secara mengalir sehingga dapat membantu memaksimalkan potensi coachee? Berikut sedikit penjelsan terkait tiga kompetensi coaching yang dapat membantu coachee merasa dihargai dan percaya pada coach :
- Kehadiran Penuh/Presence
Kehadiran penuh merupakan kemampuan untuk bisa hadir secara utuh bagi orang di coaching atau disebut coachee. Sehingga badan, pikiran, hati benar-benar hadir seluruhnya saat sedang melakukan percakapan dengan coachee. Kehadiran penuh ini merupakan bagian dari kesadaran diri yang akan mendorong munculnya paradigma berpikir dan kompetensi lain saat kita sedang melakukan percakapan coaching.
- Mendengarkan Aktif
Mendengarkan aktif yaitu coach harus lebih banyak mendengar dan lebih sedikit berbicara. Bahkan seorang coach harus menyingkirkan agenda pribadi atau yang di pikiran oleh coach dan termasuk penilaian terhadap coachee. Namun kemampuan ini harus terus dilatih agar bisa memahami keseluruhan makna yang diucapkan dan bahkan yang tidak terucapkan oleh coachee sebagai kata kunci.
- Mengajukan Pertanyaan Berbobot
Setelah kita sudah mendengarkan dan hadir secara penuh, maka coach akan lebih terbantu dalam mengajukan pertanyaan berbobot yang dapat menggugah cocahee untuk berfikir serta memunculkan ide-ide yang tidak terpikirkan sebelumnya. Lalu pertanyaan berbobot juga dapat mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan mendorong coachee untuk melakukan aksi bagi pengembangan dirinya dan kompetensinya. Beberapa cara yang perlu dipahami dalam menyampaikan pertanyaan berbobot seperti pertanyaannya bersifat terbuka dan eksploratif, membantu coachee berpikir untuk memahami fakta, bersifat terbuka dan eksploratif, dan menyampaikan pertanyaan di waktu yang tepat.
Dalam mengajukan pertanyaan berbobot dapat mendengarkan dengan RASA yaitu Receive, Ask, Summerize, Appreciate.
Dalam coaching diperlukan kemampuan coach untuk dapat mengarahkan percakapan agar mencapai tujuan yang diinginkan, salah satu alur yang digunakan adalah alur TIRTA (Tujuan, Identifikasi, Rencana aksi, Tanggung jawab).
Mengolah materi yang dipelajari dengan pemikiran pribadi sehingga tergali wawasan (insight) baru;
Melalui materi coaching ini, saya menjadi tersadar bahwa sebagai pemimpin pembelajaran baik di kelas pada murid maupun di sekolah pada rekan-rekan sejawat guru dapat menerapkan coaching agar tergali dan dapat memaksimalkan potensi-potensi murid dan rekan-rekan sejawat. Tentu ini ini seiring sejaan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan itu “menuntun” untuk meraih kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai individu maupun makhluk sosial. Dengan coaching, coachee tentu akan merasa lebih dihargai dan tidak merasa digurui sehingga lebih mudah dalam memaksimalkan potensi coachee. Maka coching singkat yang fokus pada tujuan spesifik yang ingin dicapai coachee.
Adapun dalam penerapannya tentu ada tantangan yang harus dihadapi. Tantangan tersebut misalnya waktu yang terbatas dan beban kerja guru yang banyak sehingga dapat menghambat pelaksanaan coaching yang dilaksanakan secara rutin. Selain itu, ada juga tantangan dalam membuat semua guru terbuka dan siap menerima pendekatan coaching.
Alternatif solusi, saya memulai coaching dengan sesi coaching singkat dan terfokus bersama rekan sejawat yang sudah akrab dan murid. Saya juga akan berbagi materi coaching pada rekan-rekan di kombel dengan alur TIRTA.
Membuat keterhubungan
Sebelum mempelajari materi coaching pada moduk 2.3 ini yang saya pahami adalah coaching sama dengan mentoring yakni memindahkan pengetahuan tentang banyak hal, memfasilitasi perkembangan, mendorong pilihan yang bijak dan membantu untuk membuat perubahan. Saya juga merasa bahwa supervisi adalah hal menakutkan karena supervisi merupakan ajang “menilai” kita sebagai guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Setelah mempelajari materi coaching ini, penerapan di masa mendatang adalah saya akan menerapkan tiga kompetensi coaching pada murid maupun rekan sejawat sehingga mereka (coachee) merasakan saya sebagai mitra hingga mereka dapat merasa nyaman menyampaikan hal-hal yang dirasakan maupun direncanakan. Selain itu, dalam mensupervisi saya akan menerapkan prinsip-prinsip coaching dengan alur TIRTA. Sehingga supervisi benar-benar bisa memberdayakan dan hasilnya dapat mengembangkan potensi guru secara lebih maksimal.
Konsep atau praktik baik yang dilakukan dari modul lain yang telah dipelajari;
Dari modul 2.1 tentang pembelajaran berdiferensiasi, saya memahami bahwa penting untuk mengenali dan memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid. Selain itu, modul 2.2 tenatng pembelajaran sosial emosional saya belajat pentingnya mengembangkan keterampilan sosial emosional sehingga murid akan hadir sepenuhnya, fokus, mengenali diri, dan siap belajar dengan nyaman dan Bahagia.
Dengan menggabungkan konsep dari modul 2.1 dan 2.2, coaching dalam supervise akademik menjadi komprehensif, memaksimalkan potensi coachee yang berdiferensiasi dan memperhatikan aspek sosial emosional coachee.
Informasi yang didapat dari orang atau sumber lain di luar bahan ajar PGP;
Saya juga mendapat banyak wawasan dari diskusi dengan rekan-rekan dan literatur tentang coaching, yang memberikan perspektif tambahan tentang bagaimana mengatasi tantangan dalam supervisi akademik.