Pujiati Wedyawati1, Tsabita Nurul Izza2, Muhammad Fauzan3
SMP Negeri 4 Pakem1
Universitas Negeri Yogyakarta2,3
tsabitanurul.2018@student.uny.ac.id
Abstrak— Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi berpikir tingkat tinggi siswa melalui metode pembelajaran matematika berbasis masalah dengan pendekatan worked example materi persamaan garis lurus. Pendekatan worked example adalah pendekatan pembelajaran berbasis masalah yang dikembangkan berdasarkan Cognitive Load Theory. Teori ini berprinsip pada karakteristik struktur kognitif siswa dalam memroses materi pemecahan masalah matematika. Dengan pembelajaran matematika yang dirancang berdasarkan kemampuan kognitif siswa, diharapkan kemampuan pemecahan masalah sebagai tujuan dari pembelajaran matematika dapat tercapai dengan efektif dan efisien. Penelitian ini melibatkan guru-guru matematika di Sleman, Yogyakarta. Sebagai guru partisipan pelaksana tindakan adalah guru matematika di SMP 4 Pakem yang merupakan bermitra dengan peneliti dari Pendidikan Matematika, UNY. Tahapan penelitian meliputi plan, do, observe, and reflect. Plan adalah kegiatan perencanaan pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif antara tim peneliti dan guru-guru matematika. Do adalah kegiatan pelaksanaan pembelajaran dan observe adalah kegiatan mengamati proses pembelajaran, dan reflect adalah merefleksikan hasil pembelajaran. Hasil tindakan dideskripsikan berdasarkan data penelitian dikumpulkan dari pemberian tes sebelum dan setelah pembelajaran, serta catatan peneliti selama proses pembelajaran.
Kata kunci: PTK, worked example, berpikir tingkat tinggi.
I. Pendahuluan
Pendidikan adalah proses dinamis yang selalu memerlukan inovasi dan perbaikan dari waktu ke waktu. Oleh sebab itu, pengembangan berbagai pendekatan yang positif sangat diperlukan agar pendidikan itu mampu bergerak dinamis mengimbangi proses perubahan yang paling aktual, dengan mendekatkan antara teori dan praktik pendidikan di kelas. Penelitian Tindakan kolaboratif adalah suatu kegiatan penelitian instruksional yang melibatkan sekelompok pendidik (guru, dosen atau mahasiswa calon guru) yang secara bersama-sama merencanakan langkah-langkah pembelajaran termasuk metode, media, dan instrumen evaluasinya. Melalui penelitian tindakan kelas, pendidikan dapat mencapai tujuannya dengan lebih baik.
Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) berlangsung dengan cara salah seorang pendidik (guru atau dosen) melakukan praktek pembelajaran yang direncanakan di kelas dan yang lain mengamati proses pembelajaran tersebut. Setelah selesai pembelajaran akan dievaluasi bersama dan diperbaiki bila ada yang kurang tepat. Hasil evaluasi ini sangat bermanfaat untuk memperbaiki proses belajar mengajar berikutnya sekaligus untuk berbagi pengalaman dan temuan dari hasil evaluasi tersebut pada dosen lain. Kegiatan ini selain dapat meningkatkan kompetensi pendidik, terutama yang terkait dengan perancangan pencapaian kompetensi, pengetahuan didaktik, kapasitas mengamati siswa, hubungan dengan kolega dan saling kerja sama, juga sekaligus meningkatkan kompetensi siswa. PTK adalah suatu pendekatan untuk memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru agar mau memperbaiki cara mengajarnya. PTK bersifat partisipatif, karena melibatkan guru matematika dalam observasinya sendiri, dan kolaboratif, karena melibatkan pendidik lain (guru lain, dosen atau calon guru) sebagai bagian dari suatu kegiatan yang hasilnya dapat dinikmati bersama.
Matematika adalah salah satu mata pelajaran wajib yang tidak mudah dipelajari. Meskipun demikian, belajar matematika bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan berfikir yang logis dna sistematis. Kemampuan berfikir ini diperlukan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari, termasuk masalah terapan di berbagai bidang industri. Oleh karena ini, belajar matematika seringkali dikatakan sebagai belajar menyelesaikan masalah-masalah. Di USA, NCTM (2000) menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika sekolah perlu dikembangkan secara integratif meliputi: (1) membangun ilmu matematika melalui pemecahan masalah, (2) menyelesaikan masalah yang muncul dalam matematika dan dalam konteks lain selain matematika, (3) menerapkan dan mengadaptasikan strategi yang tepat untuk menyelesaikan masalah, dan (4) memonitor dan merefleksi proses pemecahan masalah matematik. Keempat kemampuan tersebut dapat dijadikan sebagai indikator pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematika.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi juga merupakan kemampuan yang diperlukan dalam pembelajaran matematika. Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan keterampilan berpikir pada level analyze, evaluate, dan create dalam taksonomi bloom yang telah direvisi (Agustyaningrum, 2015). Kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir siswa dalam level kognitif yang lebih tinggi, dikembangkan dalam taksonomi pembelajaran (Kemendikbud, 2015). Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan kemampuan berpikir siswa yang memerlukan keterampilan menganalisis, mengevaluasi dan membuat berdasarkan taksonomi pembelajaran.
Kemampuan berpikiran tingkat tinggi menuntut siswa untuk mencapai beberapa kompetensi. Menurut Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (2017), beberapa kompetensi yang harus dicapai siswa yaitu berpikir kritis (criticial thinking), kreatif dan inovasi (creative and innovative), kemampuan berkomunikasi (communication skill), kemampuan bekerja sama (collaboration) dan kepercayaan diri (confidence).Kompetensi ini dapat dicapai oleh siswa melalui pembelajaran berbasis masalah yang mampu mengasah kemampuan berpikir siswa.
Pembelajaran yang mengarah pada kemampuan pemecahan masalah bukanlah hal yang mudah dilakukan. Salah satu pendekatan (atau metode) pembelajaran yang sering digunakan adalah Problem Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) yang merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang diadopsi dari pembelajaran ilmu kedokteran (Savery, 2006). Pembelajaran ini memfasilitasi siswa dengan masalah-masalah matematika untuk diselesaikan secara kolaboratif dengan temannya. Kesulitan dalam mengembangkan pembelajaran matematika berbasis masalah antara lain dalam menyusun masalah yang memotivasi siswa untuk menemukan konsep matematika yang mendasari masalah itu dan kemudian mengembangkan prosedur matematika untuk menyelesaikan masalah (Mayer, 1999).
Namun demikian, tidak semua siswa dapat mengikuti pembelajaran berbasis masalah dengan efisien dan efektif. Siswa yang tidak mempunyai pengetahuan awal yang cukup (novice learners) akan mengalami kesulitan (bahkan kegagalan) dalam menemukan konsep dan prosedur matematis (Sweller, Ayres, & Kalyuga, 2011). Biasanya siswa dengan pengetahuan awal menggunakan metode coba-coba (menebak kemungkinan jawaban) atau means-ends analysis (memecah masalah menjadi masalah-masalah yang lebih kecil dengan berfikir mundur/backward moving) (Retnowati, Ayres, & Sweller, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian cognitive load theory, metode menyelesaikan masalah seperti ini tidak memfasilitasi siswa untuk belajar dengan efektif karena mereka hanya berorientasi pada jawaban akhir, bukan mengkonstruksi pengetahuan (Sweller, Ayres dan Kalyuga, 2013). Sebagai alternatif, siswa dapat difasilitasi dengan pendekatan worked example (Retnowati, 2012). Worked example dapat dikatakan sebagai model penyelesaian masalah. Dalam pembelajaran konvensional, model penyelesaian masalah matematika didemonstrasikan oleh guru (ahli matematika). Sedangkan, pendekatan worked example sebagai media pembelajaran menginstuksikan siswa untuk mempelajari model-model penyelesaian masalah matematika yang telah disiapkan dengan berbagai variasi. Dalam pembelajaran dengan worked example, siswa dengan pengetahuan awal yang rendah, diinstruksikan untuk mempelajari bagaimana penyelesaian masalah yang diberikan pada contoh. Mempelajari dalam hal ini berarti memahami secara menyeluruh (bukan sekedar meniru), sehingga keberadaan contoh harus dengan desain yang memudahkan untuk dipahami.
Kemampuan guru untuk menerapkan cognitive load theory dalam menyusun worked example diharapkan dapat meningkatkan kompetensi kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Kegiatan ini harus melibatkan dosen ahli pembelajaran matematika dan juga ahli pengembangan pembelajaran matematika berbasis masalah serta pengembangan bahan ajar dengan pendekatan worked example dapat memfasilitasi siswa dengan kemampuan awal yang rendah sehingga tindakan yang diambil juga berkontribusi pada peningkatan kemampuan HOTS siswa.
II. Metode Penelitian
Kegiatan penelitian pembelajaran matematika ini akan dilaksanakan di SMP 4 Pakem (sebagai mitra UNY) melibatkan guru-guru matematika di SMP tersebut melalui tahapan di bawah ini:
Tahap perencanaan (Plan) bertujuan untuk menghasilkan rancangan pembelajaran yang diyakini mampu membelajarkan peserta didik secara efektif serta membangkitkan partisipasi aktif peserta didik dalam pembelajaran. Perencanaan yang baik tidak dapat dilakukan secara sendirian. Pada tahap ini beberapa pendidik dapat berkolaborasi untuk memperkaya ide terkait dengan rancangan pembelajaran yang akan dihasilkan, baik dalam aspek pengorganisasian bahan ajar, aspek pedagogis, maupun aspek penyiapan alat bantu pembelajaran. Sebelum ditetapkan sebagai hasil final, semua komponen yang tertuang dalam rancangan pembelajaran dicobaterapkan (disimulasikan). Pada tahap ini juga ditetapkan prosedur pengamatan termasuk instrumen yang diperlukan.
Tahap pelaksanaan tindakan (Do) dimaksudkan untuk menerapkan rancangan pembelajaran yang telah dirumuskan pada tahap sebelumnya. Salah satu anggota bertindak sebagai ”dosen model” sedangkan yang lain bertindak sebagai pengamat (observer). Pengamat lainnya (selain anggota kelompok perencana) juga dapat bertindak sebagai observer. Fokus pengamatan diarahkan pada aktivitas belajar peserta didik dengan berpedoman pada prosedur dan intrumen pengamatan yang telah disepakati pada tahap perencanaan, bukan untuk mengevaluasi penampilan dosen yang sedang bertugas mengajar. Selama pembelajaran berlangsung, pengamat tidak boleh mengganggu atau mengintervensi kegiatan pembelajaran. Pengamat juga dapat melakukan perekaman kegiatan pembelajaran melalui video kamera atau foto digital untuk keperluan dokumentasi atau bahan diskusi pada tahap berikutnya, atau bahkan untuk kegiatan penelitian. Kehadiran pengamat di dalam ruang kelas di samping mengumpulkan informasi juga dimaksudkan untuk belajar dari pembelajaran yang sedang berlangsung.
Tahap refleksi dimaksudkan untuk menemukan kelebihan dan kekurangan pelaksanaan pembelajaran. Dosen yang telah bertugas sebagai pengajar mengawali diskusi dengan menyampaikan kesan-kesan dalam melaksanakan pembelajaran. Kesempatan berikutnya diberikan kepada anggota kelompok perencana yang bertindak sebagai pengamat. Selanjutnya pengamat dari luar diminta menyampaikan komentar dari pembelajaran terutama berkenaan dengan aktivitas peserta didik. Kritik dan saran disampaikan secara bijak tanpa merendahkan atau menyakiti dosen model demi perbaikan. Sebaliknya, pihak yang dikritik harus dapat menerima masukan dari pengamat untuk perbaikan pembelajaran berikutnya. Berdasarkan masukan dari diskusi ini dapat dirancang kembali pembelajaran berikutnya yang lebih baik.
Dalam kegiatan open class hadir sejumlah pengamat (observer). Jumlah observer yang melakukan pengamatan tidak ada ketentuan minimal atau maksimal. Yang menjadi pertimbangan adalah ketersediaan ruang kelas yang sesuai untuk sejumlah pengamat. Para pengamat dapat mengamati secara leluasa dan dapat mendekat ke siswa, agar dapat melihat dan mendengarkan dengan jelas apa saja yang dilakukan dan dibicarakan siswa dalam belajar. Para pengamat juga dapat mengamati apakah tingkah laku siswa tersebut terkait atau mendukung efektivitas pencapaian tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, ruang kelas harus ditata sedemikian rupa agar proses open class berjalan lancer.
III. Hasil dan Pembahasan
Penelitian tindakan kelas (PTK) dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2021 pada siswa kelas VIII di SMP N 4 Pakem.
Adapun jadwal pelaksanaan penelitian seperti pada Tabel 1.
Sesuai dengan prosedur penelitian tindakan kelas, maka tahapan yang dilaksanakan pada setiap siklusya terdiri dari perencanaan, tindakan dan observasi, dan refleksi. Deskripsi hasil penelitian diuraikan sebagai berikut.
a. Perencanaan
Tahap perencanaan yang dilakukan pada siklus I adalah :
1. Merancang RPP yang menitikberatkan pada pembelajaran yang meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi
2. Menyiapkan buku dan media sumber pembelajaran
3. Meminta rekan sejawat sebagai observer
4. Menyiapkan link zoom untuk melakukan pembelajaran
5. Menyampaikan kepada siswa tentang pembelajaran minimal sehari sebelumnya melalui WhatssApp Group
b. Refleksi
Berdasarkan catatan harian pada tiap pertemuan dan lembar observasi, berikut adalah refleksi hasil pembelajaran pada tiap pertemuan :
1) Pertemuan 1
a. Pendahuluan
Pada tahap pendahuluan pertemuan pertama, guru mengucapkan salam dan menyapa dengan mengatakan “Apa kabar hari ini?”. Kemudian peserta didik dengan kompak menjawab “Luar biasa… Baik … Sehat …. Semangat…. Mantap ! (dengan menggunakan gerakan tangan). Selanjutnya guru mengecek kehadiran peserta didik yaitu dengan memanggil peserta didik satu-persatu dan setiap siswa yang di panggil menjawab : “Sudah sholat subuh(bagi yang beragama muslim), ibadah /berdoa (untuk siswa non muslim).Sudah membantu orang tua (misal merapikan tempat tidur, menyapu, menyiram tanaman dll) dan sudah sarapan”. Setelah megucapkan salam dan menanyakan kabar, guru meminta seorang siswa untuk memimpin berdoa. Selanjutnya, guru memotivasi peserta didik agar tetap semangat dalam belajar meskipun dengan pembelajaran daring.
Sebelum memasuki materi pembelajaran, guru menginformasikan kepada siswa bahwa hari ini akan memasuki bab baru yaitu tentang persamaan garis lurus serta menjelaskan tujuan pembelajaran pada materi ini. Guru juga menjelaskan bahwa materi-materi yang telah dipelajari sebelumnya seperti sistem koordinat dan relasi fungsi akan sangat terpakai pada materi ini.
b. Inti
Memasuki tahap inti, guru menerangkan tentang persamaan garis lurus. Sambil menerangkan, guru juga sesekali bertanya kepada siswa untuk menilai keaktifan siswa meskipun pembelajaran dilakukan secara online. Meskipun pembelajaran dilakukan secara daring, namun semua siswa menggunakan media pembelajaran yang sama yaitu Ipad sehingga tidak mengganggu aktivitas pembelajaran.
Dalam tanya jawab, beberapa siswa masih harus dipanggil satu-persatu untuk menjawab pertanyaan. Kekurangan pembelajaran secara online adalah guru tidak bisa memantau aktivitas siswa sehingga guru harus senantiasa aktif berkomunikasi kepada siswa, terlebih apabila siswa mematikan kameranya. Namun siswa masih bisa dibagi sesuai dengan kelompoknya untuk berdiskusi tugas selama pembelajaran.
Dalam pengerjaan tugas, semua siswa diminta untuk memperlihatkan tugasnya pada layer Ipad masing-masing sehingga guru bisa memastikan apakah pekerjaan anak sudah sesuai atau belum. Hanya saja dalam penilaian sikap masih kurang maksimal karena dalam pembelajaran online masih kurang bisa terlihat mana siswa yang aktif berdiskusi dan siswa yang kurang aktif.
Tugas yang telah dikerjakan siswa dibahas bersama kemudian dinilai. Setiap siswa memeriksa sendiri apakah jawabannya sudah benar atau belum. Setelah membahas jawaban siswa, siswa dipanggil satu persatu untuk menyebutkan nilai hasil pengerjaan tugas. Dalam hal ini melatih sikap kejujuran siswa karena guru tidak mengetahui apakah siswa mengganti nilai mereka sendiri atau tidak. Setiap siswa mendapatkan nilai yang cukup baik yaitu pada rentang 85-100.
c. Penutup
Guru menutup pembelajaran dengan penguatan terhadap materi. Guru juga memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi yang masih kurang dipahami. Guru memberikan Pekerjaan Rumah (PR) yang akan dibahas pada pertemuan selanjutnya. Guru menutup pembelajaran dengan berdo’a dan salam
2) Pertemuan 2
a. Pendahuluan
Pada tahap pendahuluan pertemuan kedua, guru mengucapkan salam dan menyapa dengan mengatakan “Apa kabar hari ini?”. Kemudian peserta didik dengan kompak menjawab “Luar biasa… Baik … Sehat …. Semangat…. Mantap ! (dengan menggunakan gerakan tangan). Selanjutnya guru mengecek kehadiran peserta didik yaitu dengan memanggil peserta didik satu-persatu dan setiap siswa yang di panggil menjawab : “Sudah sholat subuh (bagi yang beragama muslim), ibadah /berdoa (untuk siswa non muslim).Sudah membantu orang tua (misal merapikan tempat tidur, menyapu, menyiram tanaman dll) dan sudah sarapan”. Setelah megucapkan salam dan menanyakan kabar, guru meminta seorang siswa untuk memimpin berdoa. Selanjutnya, guru memotivasi peserta didik agar tetap semangat dalam belajar meskipun dengan pembelajaran daring.
Sebelum memasuki materi pembelajaran, guru bersama siswa membahas Pekerjaan Rumah (PR) yang telah diberikan pada pertemuan sebelumnya. Beberapa siswa mampu menjawab pertanyaan guru ketika ditunjuk. Setelah membahas Pekerjaan Rumah (PR), siswa dipanggil satu-persatu untuk menyebutkan nilai hasil dari PR-nya tersebut.
b. Inti
Memasuki tahap inti pada pertemuan kedua, siswa diminta untuk membaca (gerakan literasi) pada buku paket. Kemudian setelah beberapa menit membaca, salah satu siswa diminta menyampaikan/membacakan apa yang telah dibaca. Hal ini melatih siswa untuk terbiasa membaca konteks-konteks matematik sehingga ketika nanti mengerjakan soal yang membutuhkan kemampuan membaca, siswa sudah terbiasa.
Apa yang telah disampaikan siswa ditulis oleh guru kemudian dijelaskan. Dengan menggunakan Ipad, guru lebih mudah dalam menerangkan pembelajaran karena dapat menulis seperti saat pembelajaran di kelas. Siswa juga lebih memahami apa yang disampaikan guru karena melihat tulisan tidak hanya dengan mendengarkan.
Materi pada pertemuan kedua adalah menentukan persamaan garis lurus dari masalah kontekstual. Siswa diminta untuk membacakan masalah kontekstual yang sudah tersedia di buku paket kemudian dibahas oleh guru. Guru menerangkan diselingi dengan tanya jawab untuk menilai keaktifan siswa. Beberapa siswa ada yang menjawab tanpa diminta, namun masih banyak yang harus ditunjuk terlebih dahulu untuk menjawab pertanyaan.
c. Penutup
Guru menutup pembelajaran dengan penguatan terhadap materi. Guru juga memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi yang masih kurang dipahami. Guru memberikan Pekerjaan Rumah (PR) yang akan dibahas pada pertemuan selanjutnya. Guru menutup pembelajaran dengan berdo’a dan salam.
3) Pertemuan 3
a. Pendahuluan
Pada tahap pendahuluan pertemuan ketiga, guru mengucapkan salam dan menyapa dengan mengatakan “Apa kabar hari ini?”. Kemudian peserta didik dengan kompak menjawab “Luar biasa… Baik … Sehat …. Semangat…. Mantap ! (dengan menggunakan gerakan tangan). Selanjutnya guru mengecek kehadiran peserta didik yaitu dengan memanggil peserta didik satu-persatu dan setiap siswa yang di panggil menjawab : “Sudah sholat subuh (bagi yang beragama muslim), ibadah /berdoa (untuk siswa non muslim).Sudah membantu orang tua (misal merapikan tempat tidur, menyapu, menyiram tanaman dll) dan sudah sarapan”. Setelah megucapkan salam dan menanyakan kabar, guru meminta seorang siswa untuk memimpin berdoa. Selanjutnya, guru memotivasi peserta didik agar tetap semangat dalam belajar meskipun dengan pembelajaran daring.
Sebelum memasuki materi pembelajaran, guru bersama siswa membahas Pekerjaan Rumah (PR) yang telah diberikan pada pertemuan sebelumnya. Beberapa siswa mampu menjawab pertanyaan guru ketika ditunjuk. Setelah membahas Pekerjaan Rumah (PR), siswa dipanggil satu-persatu untuk menyebutkan nilai hasil dari PR-nya tersebut.
b. Inti
Pertemuan ketiga ini memasuki materi menentukan gradien dari persamaan garis lurus. Pada pertemuan pertama sudah disampaikan bahwa gradien dari persamaan garis lurus yang berbentuk y=mx+c adalah m. Pada pertemuan ketiga, disampaikan tentang gradien garis dari bentuk persamaan garis lurus yang berbeda.
Siswa diminta untuk mencermati beberapa contoh persamaan garis lurus yang ada di buku paket. Kemudian siswa diminta untuk menentukan gradien dari persamaan garis lurus tersebut menggunakan pengetahuan siswa tentang gradien pada pertemuan sebelumnya. Beberapa siswa mampu menyampaikan gradien dari persamaan garis lurus tersebut
Guru menerangkan gradien dari beberapa bentuk persamaan garis lurus. Siswa menyimak penjelasan guru sambil menjawab pertanyaan apabila guru memberikan pertanyaan. Beberapa siswa mau dan mampu menjawab pertanyaan guru tanpa harus ditunjuk.
Pada tengah pembelajaran, siswa diminta untuk membaca dan mengamati materi yang ada di buku paket. Setelah beberapa menit, siswa diminta untuk membuat pertanyaan dari apa yang dibaca. Pada mulanya, belum ada siswa yang memberikan pertanyaan, tetapi setelah diberikan contoh pertanyaan oleh guru seperti “Mengapa gradien dari persamaan garis lurus bisa seperti itu?”, ada satu siswa yang berani menyampaikan pertanyaan dari hasil membacanya, hanya saja kalimat yang digunakan masih belum runtut. Dalam hal ini, siswa masih kesulitan untuk menyusun kalimat yang mengandung matemtika.
Guru juga menjelaskan gradien persamaan garis lurus dari masalah kontekstual. Contoh masalah kontekstual tentang gradien adalah ranjang tingkat yang tangga diletakkan miring. Dari ranjang tersbut, diminta untuk menghitung kemiringan tangga tersebut.
c. Penutup
Guru menutup pembelajaran dengan penguatan terhadap materi. Guru juga memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi yang masih kurang dipahami. Guru memberikan Pekerjaan Rumah (PR) yang akan dibahas pada pertemuan selanjutnya. Guru menutup pembelajaran dengan berdo’a dan salam
4) Pertemuan 4
a. Pendahuluan
Pada tahap pendahuluan pertemuan keempat, guru mengucapkan salam dan menyapa dengan mengatakan “Apa kabar hari ini?”. Kemudian peserta didik dengan kompak menjawab “Luar biasa… Baik … Sehat …. Semangat…. Mantap ! (dengan menggunakan gerakan tangan). Selanjutnya guru mengecek kehadiran peserta didik yaitu dengan memanggil peserta didik satu-persatu dan setiap siswa yang di panggil menjawab : “Sudah sholat subuh (bagi yang beragama muslim), ibadah /berdoa (untuk siswa non muslim).Sudah membantu orang tua (misal merapikan tempat tidur, menyapu, menyiram tanaman dll) dan sudah sarapan”. Setelah megucapkan salam dan menanyakan kabar, guru meminta seorang siswa untuk memimpin berdoa. Selanjutnya, guru memotivasi peserta didik agar tetap semangat dalam belajar meskipun dengan pembelajaran daring.
Sebelum memasuki materi pembelajaran, guru bersama siswa membahas Pekerjaan Rumah (PR) yang telah diberikan pada pertemuan sebelumnya. Beberapa siswa mampu menjawab pertanyaan guru ketika ditunjuk. Setelah membahas Pekerjaan Rumah (PR), siswa dipanggil satu-persatu untuk menyebutkan nilai hasil dari PR-nya tersebut.
b. Inti
Pada pertemuan keempat, Siswa diminta untuk membaca (kegiatan literasi) selama 10 menit. Setelah melakukan literasi, siswa diminta menyampaikan apa yang telah didapat dari kegiatan literasi (membaca) tersebut. Siswa yang ditunjuk menyampaikan hal yang didapat dari apa yang dibacanya. Guru mengonfirmasi dan menjelaskan materi yang dibaca siswa agar siswa memiliki pemahaman yang sama. Ada beberapa siswa yang merespon pertanyaan guru tanpa harus ditunjuk, tetapi lebih banyak siswa yang harus ditunjuk terlebih dahulu agar mau menjawab pertanyaan.
Dalam menjelaskan sifat tegak lurus, guru memberi contoh dengan melipat kertas menjadi dua secara sembarang, kemudian dilipat lagi dengan ujung lipatan bertemu dengan ujung lipatan. Maka darisitu akan terlihat sudut atau tegak lurus yang dapat digunakan untuk membuktikan atau mengukur sudut apabila tidak memiliki penggaris busur.
Guru menerangkan tentang sifat-sifat persamaan garis lurus, bagaimana bentuk persamaan garis lurus apabila sejajar dengan garis lurus lainnya, bagaimana bentuk persamaan garis lurus apabila tegak lurus dengan persamaan lainnya. Di antara menerangkan, guru juga sesekali memberikan pertanyaan kepada siswa.
c. Penutup
Guru menutup pembelajaran dengan penguatan terhadap materi. Guru juga memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi yang masih kurang dipahami. Guru memberikan Pekerjaan Rumah (PR) yang akan dibahas pada pertemuan selanjutnya. Guru menutup pembelajaran dengan berdo’a dan salam
5) Hasil Pretest dan Post test
Sebelum dilakukan pembelajaran materi persamaan garis lurus, dilakukan pretest terlebih dahulu untuk mengukur kemampuan awal siswa. Hanya saja dalam pelaksanaannya, tidak semua siswa mengumpulkan hasil pretest karena terkendala teknis seperti sulit sinyal atau sudah mengumpulkan tetapi lupa untuk klik “menyerahkan” pada Google Classroom.Dari hasil pretest, didapat rata-rata nilai pretest matematika materi persamaan garis lurus kelas VIII SMP Negeri 4 Pakem sebesar 63.
Setelah selesai materi persamaan garis lurus, dilakukan post test pada siswa kelas VIII A SMP Negeri 4 Pakem. Hanya saja dalam pelaksanaannya, tidak semua siswa mengumpulkan hasil pretest karena terkendala teknis seperti sulit sinyal atau sudah mengumpulkan tetapi lupa untuk klik “menyerahkan” pada Google Classroom.Dari hasil pretest, didapat rata-rata nilai pretest matematika materi persamaan garis lurus kelas VIII SMP Negeri 4 Pakem sebesar 76.
Dari hasil pretest dan posttest ini dapat dilihat bahwa hasil belajar matematika siswa setelah dilaksanakan pembelajaran mengalami kenaikan.
Pelaksanaan pembelajaran matematika secara online ini memiliki beberapa keterbatasan terlebih dalam meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, tetapi dengan pembelajaran berbasis masalah menggunakan pendeketan worked example, kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dapat meningkat. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan hasil pretest dan post test yang didalamnya terdapat beberapa soal yang menggunakan kemampuan berpikir tingkat tinggi.
I. Simpulan dan Saran
A. Simpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran matematika berbasis masalah menggunakan pendekatan worked example dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi.
B. Saran
Berdasarkan hasil dan keterbatasan penelitian, maka dapat disarankan adanya penelitian lanjutan mengenai peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi menggunakan pendekatan worked example terlebih ketika pembelajaran tatap muka.
Daftar Pustaka
Atkinson, R. K., Derry, S. J., Renkl, A., & Wortham, D. (2000). Learning from Examples: Instructional principles from the worked examples research. Review of Educational Research, 70(2), 181-214. doi:10.3102/00346543070002181
Mayer, R. E. (1999). The promise of educational psychology: Learning in the content areas (Vol. II). Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.
NCTM. (2000). Principles and standards for school mathematics. Reston, VA: Author.
Paas, F., Tuovinen, J. E., Tabbers, H., & Van Gerven, P. W. M. (2003). Cognitive load measurement as a means to advance cognitive load theory. Educational Psychologist, 38(1), 63-71. doi:10.1207/s15326985ep3801_8
Retnowati, E. (2012, 24-27 November). Worked example in mathematics. Paper presented at the The 2nd International Conference of STEM in Education, Beijing Normal University, China. Retrieved from http://stem2012.bnu.edu.cn/data/short%20paper/stem2012_88.pdf.
Retnowati, E., Ayres, P., & Sweller, J. (2010). Worked example effects in individual and group work settings. Educational Psychology, 30(3), 349-367. doi:10.1080/01443411003659960
Savery, J. R. (2006). Overview of Problem-based Learning: Definitions and Distinctions. Interdisciplinary Journal of Problem-Based Learning, 1(1), 9-20. doi:10.7771/1541-5015.1002
Sweller, J. (2010). Element Interactivity and Intrinsic, Extraneous, and Germane Cognitive Load. Educational Psychology Review, 22(2), 123-138. doi:10.1007/s10648-010-9128-5
Sweller, J., Ayres, P., & Kalyuga, S. (2011). Cognitive load theory. New York, NY: Springer.
Tarmizi, R. A., & Sweller, J. (1988). Guidance during mathematical problem solving. Journal of Educational Psychology, 80(4), 424-436.